Tuesday, August 30, 2011

facebook, twitter, dan kesabaran ummat dalam perbedaan lebaran

Kebetulan saya secara statistik tidak terdata jadi warga salah satu ormas Islam. Dan keributan di facebook maupun twitter sudah terasa.
Ribut soal perbedaan lebaran tidak sepanas tahun lalu, yang sebenarnya juga berbeda.
Sebenarnya tidak sepanas ini saya rasa, perbedaannya adalah kita berada dalam ruang publik yang lebih terbuka dan informatif, interaktifitas antara satu dan lainnya juga lebih terbuka luas.
Semua jadi mudah heboh dan bergejolak dengan adanya persebaran masalah yang ada. Semakin tinggi komunikasi maka perselisihan paket data yang dikirimkan akan semakin beragam dan masing-masing beda akan menciptakan mainstream sendiri-sendiri, dengan ketegangan masing-masing yang berbeda-beda (dengan banyak kata ulang, dan dengan tingginya perulangan informasi).
Tidak lagi membahas perbedaan cara pandang dalam menyelesaikan permasalahan penentuan awal bulan dan akhir bulan, pokok informasinya adalah sekedar berbeda dan keterkaitannya dengan berbagai hal khas Ramadhan dan 1 Syawal yang dielu-elukan.
Media / Jejaring Sosial di dunia maya memiliki ruang-ruang emosionalnya sendiri-sendiri. Kedekatan di antara satu pemilik akun dengan pemilik akun lainnya akan mampu menularkan ekspresi kegelisahannya atau kebijaksanaannya dalam memandang permasalahan ini. Terkadang penularan itu terlalu meledak dengan cepat, dan menjadi trend di twitter. Dan di Facebook lebih marak dengan perujukan informasi kepada sumber data di luar situs tersebut, yang tetap bisa fleksibel memainkan peran keterhubungannya dengan twitter.




Dan ternyata
Dan sekali lagi media jejaring social maya menjadi ruang kritik yang tajam terhadap keputusan MUI untuk mengeksekusi jatuhnya 1 Syawal pada 31 Agustus 2011. Ada kritik tajam terhadap konsep kepercayaan dan kepatuhan masyarakat muslim kepada "Ulil Amri", di saat otoritas pemerintah telah mulai hilang dan surut dari hati masyarakat, apakah bisa kita disalahkan dan dituduh rendah dengan memakai pendapat yang populer dalam mengambil sikap terhadap penentuan akhir Ramadhan?
Sekali lagi, saya bukanlah seorang yang mengikuti erat pada pendapat salah satu ormas Islam negeri ini, tetapi saya menghargai perbedaan dan tidak ingin perbedaan justru diperumit dengan penetapan 1 Syawal pada malam saat sebagian yang lain sudah menentukan bahwa dua jam yang lalu sudah 1 Syawal.
Melalui MUI yang notabene adalah Islam-nya pemerintah, atau kebenaran ALLAH Swt yang hadir kepada ummat Indonesia (dengan berbagai filter politis tentunya). Keadaan menjadi pelik.
Tidak hanya Muhammadiyah yang menjalankan Shalat Ied esok tadi (30 Agustus 2011) tetapi ada ribuan warga NU di Jawa Timur yang juga melaksanakannya (silakan baca: link ini), tetapi berhubung ketetapan pemerintah dan PBNU adalah sejalan dan sepakat untuk menetapkannya di hari Rabu, maka jumlah ummat yang ada di luar keputusan MUI adalah tidak minor, bisa jadi 50:50.
Dan pemerintah melalui otoritas MUI menang melalui poling dan penalaran mereka (dengan beberapa tokoh di dalamnya yang bertanggungjawab menentukan arah gerak ummat) siap menanggung kesalahan jamaahnya, yang dikarena kelalaian atau keangkuhan dalam memegang mandat.

Kritik Ideologi
Kritik terhadap ideologi adalah kritik terhadap kepentingan pemegang otoritas dan pengetahuan yang mereka miliki, untuk menggiring akal publiknya.
Kritik dari contoh luas kita di ruang underground cyber, memberikan contoh mendasar bagaimana kesalahan yang ada dan merasakan bahwa dirinya mapan dan benar sendiri akan terus dikritik dan mendapatkan gesekan keras dari mereka yang menemukan kesalahan atasnya, dan hal ini dilakukan secara bebas. Dengan memanfaatkan  ruang publik dan kemungkinan luas publisitasnyalah individi menyebarkan pembelaannya dan dukungan praktisnya ke dalam ruang sosial mayantara. Dari sanalah fakta akan menemui pendapat kolektif.
Kritik kekuasaan MUI dan fakta yang berkebalikan di lapangan adalah kepongahan mereka kali ini, dan ummat memang perlu menanggung sabar sebaik mungkin dan menjadi bijaksana.
Masyarakat terus belajar bijaksana dengan menyaksikan orang-orang yang kurang bijaksana, begitulah manusia yang dibekali sabar dan tawakkal bersikap. Semoga ALLAH senantiasa merahmati ummat Islam di bumi Nusantara, dan ummat lainnya yang harus menanggung kesalahan teoritis dan kesalahan penerapan kekuasaan negara saat ini. Semoga doa untuk dihapusnya pemerintah rusak dan bermasadepan suram itu segera terlaksana.

Dan
Semestinya bukan kebencian yang bersulut sulut dalam menghadapi ini semua. Publik bisa menciptakan kritik massalnya dengan kedekatan satu sama lain dalam ruang sosial mayantara, ruang yang memudahkan orang bersentuhan dengan mereka yang lebih banyak. Keadaan era informasi digital adalah era saat yang mayoritas dalam jumlah akan menggerakkan sistem, bukan lagi kekuasaan yang tidak bertanggungjawab yang terdiri atas beberapa orang kurang amanah.
Kini tak ada lagi efektifitas surat kepada pemimpin, Jejaring sosial maya adalah jawaban pas untuk menggerakkan ruang, dari ruang maya kepada ruang nyata.
Semua ini menjadi mungkin, karena internet tidak dikontrol oleh otoritas yang otoriter dan menindas beberapa hak Anda.
Tetapi, setidaknya Anda harus selalu waspada dan terus mawas diri terhadap ruang maya Anda. Tidak semua informasi di sini adalah benar sepenuhnya.
Dalam lautan informasi inilah, justru ada hitungan tak terbatas (yang terus meningkat), atas celah distorsi. Yang mampu menyimpangkan pikiran dan nalar Anda tentang sesuatu.

"Keep Learning and Watching around, keep aware"

No comments:

Hukum Penalaran dan Ilmu Hukum

  Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut ultricies efficitur nunc id accumsan. Aliquam quis facilisis felis. Integer...