Monday, October 3, 2011

Pendekatan Sosiologi Hukum pada Cybercrime?

"Cybercrime masih saja menjadi bidang hukum yang eksklusif di Indonesia, masih jarang yang menyentuhnya, walaupun sebenarnya kian banyak orang yang terlibat dan berpotensi memiliki permasalahan dengan cyberlaw, khususnya yang berkaitan dengan aspek-aspek pidananya."
Memahami cybercrime dengan mendekatinya secara sosiologis dalam beberapa aspek memiliki keutamaan. Sebagaimana juga pendekatan terhadap sisi-sisi hukum pidana lainnya.

Sekali lagi apa pun pendekatan hukumnya, perlu memerhatikan aspek-aspek kebenaran teoretis yang terhubung secara benar terhadap kenyataan an sich.

Dalam pendekatan sosiologi kritis, kita akan mengenal bagaimana cara memilah pengetahuan dan kepentingan. Diasumsikan bahwa apapun yang kita dapatkan sebagai informasi dari suatu tinjauan terhadap ruang sosial, adalah hasil dari saringan sistem. Kekuasaan akan suatu pengetahuan akan memberikan ketidakjujuran pada khalayak, karena merekalah residu dari informasi. Wujud dari pengaruh informasi.



Jika tidak dengan melakukan kritik terhadap kenyataan, menyibak apa yang ada di balik pemberitaan. Kita akan menjadi mangsa dari kekuasaan. Pendekatan kritis terhadap sosiologi hukum adalah wajib. Karena apa? Karena ini menyangkut hak hidup semuanya, termasuk saya dan Anda.

Dalam permasalahan pembentukan opini hukum di berbagai media massa, mereka tidak berdiri secara otonom terpisah dari berbagai kepentingan. Karena kepentingan adalah bawaan dari kekuasaan, dan kekuasaan menancapkan kukunya sejak lama, sejak kita mulai belajar memahami sesuatu. Katakanlah negara memiliki tujuan yang harus diraih, maka akan dibenamkan di dalam benak masyarakatnya berbagai talian tentang tujuan bersama. Semua yang tidak sesuai dengan kepentingan negara, atau bahkan melawan, akan diberangus. Dan ini adalah kepentingan kekuasaan dalam tujuan bersama yang positif, selama tidak disalahgunakan secara zalim.

Sebagai alat kekuasaan, hukum akan memberikan konsep-konsep dalam bersikap dan berperilaku yang semestinya di lingkup kekuasaan negara. Akan tetapi terkadang kepentingan negatif dari pihak tertentu yang ingin mengambil keuntungan dari kekuasaan, dan terkadang dalam usaha untuk melanggengkan kekuasaan, bukan tidak mungkin juga memengaruhi konsep dan struktur hukum. Kebenaran konsesual muncul dari claim kekuasaan atas kebenaran, kekuasaan menggerakkan tangan-tangannya dalam politik. Dan kita juga mengenal istilah 'politik-hukum', bagaimana hukum itu dibentuk tidak lepas dari berbagai represi dan ekspresi politis kekuasaan. Dan semua seringkali terlalu halus untuk bisa dibedakan secara tegas, mana yang pro terhadap kekuasaan dan mana yang pro terhadap kepentingan negara dan rakyat.

Pendekatan Sosiologis menciptakan kedekatan riil terhadap publik, melepaskan diri dari teori-teori 'arm-chair' (teori yang disusun berdasarkan pengamatan dari balik meja kerja, tanpa turun ke lapangan), dan membebaskan dari klaim pengaruh negatif politik atas kebenaran nafas hukum yang murni muncul dari masyarakat.

Dan Cybercrime?
Dan cybercrime adalah dalam wilayah yang rentan, saat sumberdaya manusia yang lemah dalam penanganan hukum cyber (terutama kejahatan cyber). Saya masih tak habis pikir jika batasan delik dalam undang-undang terkait masih terlalu tak teratur, dan belum sepenuhnya KUHP maupun mekanisme penanganannya di KUHAP belum juga di up date, maka. Akan banyak kasus yang tidak selesai dengan baik.

Akan muncul banyak penangkapan dan penggeledahan yang tidak pada tempat dan terhadap orang yang tepat. Akan terjadi over criminalisation terhadap banyak kasus, yang melibatkan interaksi cyber dan offline. 

Bagi sosiolog hukum, memandang ruang dan celah yang masih banyak kosongnya dalam pembahasan kejahatan cyber, adalah sebuah peluang untuk menguji gagasan sosiologi terhadap pembentukan hukum dan memahami bagaimana masyarakat tersebut memahami makna hukum serta membangkitkan kebutuhan terhadap ketertiban.

Bisa dibilang, dalam menerapkan kajian terhadap masyarakat (dalam bidang apa pun). Kajian sosiologis adalah kajian filosofis (mendasar) dari kerumunan manusia yang berinteraksi dan menciptakan etika serta kesepakatan-kesepakatan serupa lembaga-lembaga di dalamnya. Ini seperti memahami manusia sebagai organisme, begitupun masyarakat adalah organisme atau biasa dikatakan terorganisir, berupa organisasi. Yang tumbuh dan berkembang, serta menghadapi permasalahan dan pertentangan di dalamnya.

Dalam ruang jagad raya hukum cyber yang masih muda, anomali masih besar potensi terjadi dalam jumlah besar, dan kenyataannya, masih selalu mencari keteraturan. Hukumlah (dengan sensitifitas sosiologi hukum yang ada di cabangnya), yang mampu mengatur dan menertibkannya, dengan memahami pola masyarakatnya. Maka era hukum rimba cyber pun dapat lebih diberadabkan menjadi civil society cyber. Maka gejolak di dalamnya akan lebih dapat ditentramkan. Dan akan memunculkan pertumbuhan positif terhadap masyarakat dan kemajuan teknologi yang bertautan dengan perikehidupan di dunia nyata.
[sarung]

No comments:

Hukum Penalaran dan Ilmu Hukum

  Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut ultricies efficitur nunc id accumsan. Aliquam quis facilisis felis. Integer...